Camat Tantim Praperadilan Dirreskrimum Polda Maluku

Kabartoday, AMBON – Royke Marthen Madobaafu yang saat ini menjabat sebagai Camat Taniwel Timur di Kabupaten Seram Bagian Barat tak terima ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur.

Karena itu, ia melakukan perlawanan kepada Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Maluku Kombes Pol Andri Iskandar yang menetapkan dirinya sebagai tersangka.

Bacaan Lainnya

Bentuk perlawanan yang dilakukannya adalah dengan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Ambon tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka atas dirinya yang dilakukan penyidik Subdit IV Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Maluku.

Royke Marthen Madobaafu diwakili kuasa hukumnya Fileo Pistos Noija dan Alfaris Laturake telah mendaftarkan permohonan praperadilan ke PN Ambon.

Berkas ini juga sudah diregistrasi dengan nomor perkara : 9/Pid.Pra/2023/PN Amb. Royke Marthen Madobaafu selaku pemohon melawan Dirreskrimum Polda Maluku selaku termohon.

Jadwal sidang perdana juga telah ditetapkan PN Ambon yang dijadwalkan pada Senin (9/10/2023) pekan depan. Namun belum diketahui siapa hakim tunggal yang akan memimpin sidang praperadilan ini.

Untuk keperluan sidang perdana praperadilan ini, PN Ambon telah mengirimkan relaas panggilan kepada termohon pada Kamis (5/10/2023).

Fileo Pistos Noija selaku kuasa hukum pemohon membenarkan kalau pihaknya yang mendaftarkan gugatan praperadilan ini.

Fileo Pistos Noija,SH, MH – Kuasa hukum pemohon.

“Saya memang kuasa hukum dari pemohon yang mendaftarkan praperadilan ini,” ujar Noija kepada media ini Kamis (5/10/2023) di Kantor PN Ambon.

Pelajari Berkas

Noija mengaku telah mempelajari berkas perkara hingga kliennya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Ditreskrimum Polda Maluku.

“Setelah saya mempelajari berkas perkara, konon kabarnya korban melaporkan peristiwa yang terjadi di tanggal 9 Juli 2022 dan baru dilaporkan pada 20 Juli 2023. Jadi sudah setahun kemudian baru dilaporkan korban,” ungkapnya.

Yang menjadi persoalan baginya bahwa untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka ketentuannya minimal penyidik harus kantongi dua alat bukti.

Alat Bukti Tak Sinkron

Ia mengaku telah menelusuri dua alat bukti tersebut yaitu visum et repertum dan keterangan saksi korban.

“Karena saya lihat di KUHAP, untuk membuktikan seseorang melakukan tindak pidana, maka antara bukti dengan bukti itu harus saling mendukung satu dengan yang lain untuk menuju kepada terjadinya satu perbuatan pidana,” beber Noija.

Pengacara kondang ini jelaskan bahwa untuk visum et repertum hanya menjelaskan ada luka pada organ intim korban.

“Bahwa visum paling tidak menerangkan bahwa ada luka akibat benda tumpul, tetapi visum itu tidak mengatakan luka akibat benda tumpul dilakukan oleh siapa atau siapa pemilik benda tumpul itu,” tukas pengacara yang cukup vokal dan militansi dalam memperjuangkan hak setiap kliennya.

Ia tegaskan bahwa keterangan atau kesaksian korban yang melaporkan ini tidak nyambung dengan alat bukti visum tersebut.

“Jadi sebetulnya, dua alat bukti ok. Tetapi tidak nyambung, tidak saling mendukung atau boleh dikatakan tidak sinkron,” tegas Noija.

Ia tegaskan dua alat bukti ini tidak saling mendukung untuk menerbitkan suatu hasil yang telah merugikan kliennya tersebut.

“Nah, disitulah yang saya membuat praperadilan ini,” tandasnya.

Gugat ke PTUN

Noija juga tegaskan perjuangannya untuk memulihkan hak kliennya ini tidak hanya pada pengajuan praperadilan di PN Ambon saja.

“Tidak hanya sebatas praperadilan ini saja. Karena ini keputusan yang berkaitan dengan Tata Usaha Negara (TUN), maka saya juga akan menggugat di PTUN. Satu dua hari ke depan, saya akan mendaftar gugatan ke PTUN,” pungkasnya.

Respon Polda Maluku

Terhadap praperadilan ini, Polda Maluku akan meladeninya. Hal ini ditegaskan Kabid Humas Polda Maluku M Roem Ohoirat. Ia mengaku sudah diberitahukan soal praperadilan ini.

Kombes Pol Drs. M Roem Ohoirat – Kabid Humas Polda Maluku

“Sehingga Polda Maluku selaku penegak hukum akan tetap patuh dan taat kepada segala aturan hukum. Terhadap praperadilan ini, kita (Polda Maluku) akan hadapi,” tegas Ohoirat lewat telepon seluler saat dikonfirmasi media ini Kamis (5/10/2023).

Mantan Wadirreskrimum Polda Maluku ini jelaskan soal pengajuan praperadilan, memang menjadi hak setiap warga negara termasuk tersangka dan hal ini dijamin aturan hukum yang berlaku.

Patuh Pada Putusan

Ohoirat dengan katakan Polda Maluku akan patuh pada putusan praperadilan nantinya. Dirinya berharap apapun hasil yang diputuskan hakim dalam praperadilan nanti, maka baik pemohon maupun termohon harus menghormati dan menghargai itu.

“Termasuk kalau memang yang bersangkutan (pemohon) praperadilannya ditolak maka yang bersangkutan juga harus menghormatinya dan datang untuk menghadapi proses hukum. Harus patuh dan taat kepada hukum. Yang jelas, praperadilan ini akan diikuti dan akan dihadapi Polda Maluku,” tukas mantan Kapolres Kepulauan Aru dan Kapolres Tual ini.

Untuk diketahui, Royke Marthen Madobaafu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur.

Korbannya Bunga (nama samaran) remaja wanita asal salah satu desa di ujung Kecamatan Taniwel Kabupaten Seram Bagian Barat.

Royke ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (14/9/2023) lalu. Penyidik telah dua kali melayangkan panggilan kepadanya untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun dua kali pula dia mangkir.

Dugaan tindak pidana ini terjadi Sabtu (9/7/2022) lalu. TKP kasus ini di jalan raya sekitar Kantor DPRD Kabupaten SBB. Korban disetubuhi tersangka di dalam mobil.

Saat kejadian itu korban baru berusia 16 tahun dan tercatat sebagai siswi salah satu SMK.

Korban kemudian melaporkan kasus ini pada Kamis (20/7/2023) lalu. Penyidik Subdit IV Renakta kemudian berproses melakukan penyelidikan hingga penyidikan. Kemudian penyidik menetapkan terlapor sebagai tersangka. (IMRAN)

Pos terkait