Oleh: Jasmine Fahira Adelia Fasha, Freelancer
Baru-baru ini, industri perfilman Indonesia menggegerkan masyarakat dengan sebuah film yang berjudul “Ipar Adalah Maut” yang diambil dari kisah asli. Film ini dirilis pada 13 Juni 2024 yang tayang di Bioskop. Masyarakat pun berbondong-bondong menonton film tersebut, mulai dari remaja sampai ibu-ibu yang tentunya didominasi oleh para perempuan.
Film ini menceritakan seorang suami yang berselingkuh dengan adik dari istrinya atau saudari iparnya sendiri. Pemicu perselingkuhannya karena sang adik ipar tersebut tinggal satu rumah dengan sang kakak dan suaminya. Dari situlah akhirnya terjadi perselingkuhan yang berlanjut pada perbuatan terlarang dan tak senonoh yang dilakukan oleh suami dan adik iparnya. Hal ini juga yang akhirnya membuat kedua suami dan istri bercerai.
Film ini lantas membuat masyarakat geger dan kesal dengan apa-apa yang terjadi antara suami dan adik ipar tersebut. Tentu apa yang dilakukan oleh kedua belah pihak tidak bisa dibenarkan dan perlu kita jadikan pembelajaran supaya tidak akan lagi terjadi hal serupa di kemudian hari.
Oleh karenanya, ada beberapa hal yang perlu kita pelajari lebih lanjut dari penayangan film tersebut. Pertama, terkait hukum ipar itu sendiri di dalam Islam. Hukum ipar dalam Islam adalah mahram muaqqat yang artinya, haram dinikahi sementara waktu karena adanya sebab tertentu. Rasulullah SAW pernah bersabda terkait ipar, “Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita.” Lalu seorang laki-laki Anshar berkata, “Wahai Rasulullah bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” Beliau menjawab, “Ipar adalah maut.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Maka dari situ kita sepatutnya paham bahwa kita perlu menjaga batasan agar tidak terjadi hal yang terlarang.
Kedua, bagaimana seharusnya penjagaan yang dilakukan oleh pasangan suami dan istri terhadap kondisi tersebut. Adapun penjagaan yang harus dilakukan yakni dengan tidak mengizinkan ipar atau siapa pun tinggal dalam rumah. Jika memang harus, perlu perhatikan batasan aurat, interaksi dan semacamnya. Maka tidak baik jika suami berada di rumah bersama yang non mahram tanpa didampingi oleh istrinya.
Ketiga, pentingnya ilmu agama dalam pernikahan. Pasangan suami dan istri pun juga harus menguatkan diri dengan ilmu, sehingga iman terus berdiri kokoh. Pentingnya mempelajari ilmu agama secara kaffah sebagai bekal dalam pernikahan. Belajar juga bagaimana pasangan suami dan istri harus saling bekerja sama dalam menguatkan rumah tangga dengan juga terus melibatkan Allah SWT.
Namun, untuk bisa menciptakan hal tersebut perlu juga didukung oleh negara yang terus mengedukasi dan memfasilitas masyarakatnya dengan ilmu agama, terutama terkait masalah interaksi yang terjadi antara pria dan wanita sehingga tidak lagi terjadi hal serupa di tengah masyarakat. []