DEPOKPOS – Dalam konteks globalisasi ekonomi saat ini, Inflasi menjadi faktor ekonomi yang tidak dapat dihindari dan seringkali menjadi fokus perhatian, baik oleh pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat umum.
Inflasi dapat dijelaskan sebagai kenaikan umum dalam harga barang dan jasa secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu yang dimana faktor ini mempengaruhi berbagai aspek kehidupan ekonomi, termasuk sistem keuangan syariah.
Sistem keuangan syariah adalah sistem yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam, yang di antaranya melarang riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maisir (spekulasi). Sistem ini menekankan pada keadilan, transparansi, dan tanggung jawab sosial.
Instrumen keuangan yang digunakan dalam keuangan syariah termasuk mudharabah (kemitraan bagi hasil), musyarakah (kerjasama), murabahah (pembiayaan jual beli), dan ijarah (sewa).
Berikut ini Inflasi dan Pengaruhnya Terhadap Sistem Keuangan Syariah, yaitu:
1. Nilai Waktu Uang
Dalam sistem keuangan konvensional, suku bunga digunakan sebagai kompensasi atas nilai waktu uang.
Namun, dalam keuangan syariah, pembebanan bunga dilarang. Inflasi dapat mengurangi nilai asli dari uang yang disimpan atau diinvestasikan.
Oleh karena itu, instrumen keuangan syariah harus dirancang sedemikian rupa untuk melindungi nilai investasi dari erosi akibat inflasi.
2. Pembiayaan Berbasis Bagi Hasil
Instrumen pembiayaan berbasis bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah dapat lebih fleksibel dalam menghadapi inflasi dibandingkan dengan instrumen berbasis utang dalam sistem konvensional.
Dalam mudharabah, contohnya pengembalian bergantung pada kinerja usaha yang didanai. Jika inflasi menyebabkan harga barang dan jasa naik, laba usaha juga dapat meningkat, sehingga pemegang modal mendapatkan pengembalian yang lebih tinggi.
Namun, risiko kerugian akibat ketidakpastian ekonomi juga harus diperhatikan.
3. Murabahah dan Penetapan Harga
Murabahah adalah pembiayaan jual beli di mana bank syariah membeli barang yang dibutuhkan nasabah dan menjualnya kepada nasabah dengan margin keuntungan yang disepakati.
Dalam kondisi inflasi yang tinggi, harga barang cenderung meningkat, sehingga penetapan harga dalam kontrak murabahah menjadi lebih menantang.
Bank harus mempertimbangkan fluktuasi harga untuk menjaga profitabilitas dan keseimbangan risiko.
4. Ijarah dan Dampak Inflasi
Ijarah atau sewa dalam keuangan syariah mirip dengan leasing dalam sistem konvensional. Dalam kondisi inflasi, biaya sewa dapat dinaikkan sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak awal.
Namun, ada batasan etis dalam menentukan kenaikan tersebut agar tidak membebani penyewa secara tidak adil.
5. Zakat dan Kesejahteraan Sosial
Keuangan syariah juga mencakup aspek sosial melalui zakat, infaq, dan sedekah. Inflasi dapat mempengaruhi nilai asli dari harta yang dikenakan zakat.
Oleh karena itu, penilaian harta zakat harus memperhitungkan tingkat inflasi agar nilai yang diberikan kepada mustahik tetap adil dan bermanfaat.
Dengan demikian, Inflasi memiliki faktor yang signifikan terhadap sistem keuangan syariah. Kenaikan harga barang dan jasa dapat mempengaruhi kemampuan nasabah dalam memenuhi kewajiban pembiayaan, nilai aset, serta stabilitas sistem keuangan syariah secara keseluruhan.
Oleh karena itu, penting bagi lembaga keuangan syariah dan otoritas moneter untuk memahami dinamika inflasi dan mengembangkan strategi yang efektif untuk menghadapinya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Dengan demikian, stabilitas dan kinerja sistem keuangan syariah dapat tetap terjaga meskipun di tengah-tengah tantangan inflasi.
Adanya memahami mekanisme pengaruh inflasi ini penting bagi praktisi keuangan syariah untuk memastikan keberlanjutan dan kestabilan sistem keuangan serta memerhatikan strategi pengelolaan risiko dan penyesuaian margin untuk menjaga stabilitas operasional.
Nur Tsabita Rizka Faliha, Mahasiswa STEI SEBI