DEPOKPOS – Ghosting, atau menghilang begitu saja dari kehidupan seseorang tanpa penjelasan, telah menjadi fenomena yang semakin umum di era digital.
Generasi Z, yang tumbuh dengan teknologi dan media sosial, kerap kali menjadi pelaku dan korban dari perilaku ini.
Tapi apa sebenarnya yang menyebabkan ghosting begitu merajalela di kalangan Gen Z?
1. Kebiasaan Komunikasi Digital
Generasi Z lebih terbiasa berkomunikasi melalui pesan teks, media sosial, dan aplikasi kencan dibandingkan dengan komunikasi tatap muka.
Metode komunikasi ini cenderung lebih impersonal, membuat lebih mudah bagi seseorang untuk menghilang tanpa harus menghadapi konfrontasi langsung.
Anonimitas dan jarak emosional yang diberikan oleh komunikasi digital dapat mempermudah seseorang untuk melakukan ghosting.
2. Ketidaknyamanan dengan Konfrontasi
Banyak orang, terutama di kalangan muda, merasa canggung atau tidak nyaman dengan konfrontasi langsung. Mengakhiri hubungan atau pertemanan secara langsung dapat terasa menakutkan dan penuh tekanan.
Ghosting dianggap sebagai cara yang lebih mudah dan bebas stres untuk menghindari percakapan yang sulit dan emosional.
3. Budaya Instan dan Kepuasan Segera
Gen Z hidup dalam budaya instan di mana segala sesuatu dapat diperoleh dengan cepat, mulai dari informasi hingga hiburan. Hal ini juga mempengaruhi cara mereka menjalin hubungan.
Ketika sesuatu atau seseorang tidak lagi memberikan kepuasan atau menjadi menarik, mereka lebih cenderung berpindah tanpa berpikir panjang, melihat ghosting sebagai cara cepat untuk keluar dari situasi yang tidak diinginkan.
4. Ketidakjelasan dan Ambiguitas Hubungan Modern
Banyak hubungan di era digital tidak memiliki kejelasan atau label yang jelas.
Kurangnya definisi ini membuat lebih mudah bagi seseorang untuk merasa bahwa mereka tidak terikat pada norma-norma tradisional hubungan, termasuk etiket dalam mengakhiri hubungan.
Ambiguitas ini sering kali memberikan justifikasi bagi perilaku ghosting.
5. Pengaruh Media Sosial dan Aplikasi Kencan
Media sosial dan aplikasi kencan memainkan peran besar dalam fenomena ghosting. Algoritma yang mendorong pengguna untuk terus mencari “kecocokan” baru menciptakan mentalitas bahwa selalu ada pilihan yang lebih baik di luar sana.
Hal ini membuat orang lebih mudah untuk meninggalkan hubungan saat ini tanpa berpikir panjang.
Mengatasi Ghosting: Apa yang Bisa Dilakukan?
Promosikan Komunikasi yang Jujur: Penting untuk mengajarkan dan mendorong keterbukaan dan kejujuran dalam komunikasi. Menekankan pentingnya memberi tahu seseorang jika kita merasa hubungan tidak berjalan dengan baik dapat membantu mengurangi kejadian ghosting.
Bangun Keterampilan Resolusi Konflik: Membekali generasi muda dengan keterampilan untuk mengatasi konflik dan konfrontasi secara sehat bisa mengurangi kecenderungan untuk menghindari situasi sulit dengan ghosting.
Mencari Bantuan Profesional: Jika ghosting telah berdampak negatif pada kesehatan mental, baik sebagai pelaku maupun korban, jangan ragu untuk mencari bantuan dari konselor atau psikolog.
Kesadaran dan Edukasi: Menyadarkan masyarakat tentang dampak emosional ghosting dan pentingnya menghormati perasaan orang lain dalam hubungan dapat mengubah perilaku ini.
Ghosting mungkin tampak sebagai solusi mudah untuk menghindari percakapan yang sulit, tetapi dampaknya bisa sangat merugikan bagi pihak yang ditinggalkan.
Dengan lebih memahami alasan di balik perilaku ini dan mempromosikan komunikasi yang lebih baik, kita dapat membantu mengurangi fenomena ghosting di kalangan Gen Z dan masyarakat pada umumnya.
Siti Aisyah Rianti, Mahasiswa Universitas Pamulang