Oleh: Deni Rahman, M.I.Kom
Dosen STAI Al-Fatah Bogor; Pemerhati Dunia Islam
Musim haji telah tiba. Setiap tahun umat Islam dari seluruh penjuru dunia datang ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji yang merupakan rukan Islam yang kelima. Orang-orang yang dipanggil ke tanah suci patut bersyukur karena telah diberikan kesempatan menjadi tamu Allah Swt. Sebab, tidak semua orang memiliki kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji.
Kewajiban ibadah haji secara langsung diperintah Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 96: Di antara kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.
Ibadah haji merupakan salah satu bentuk ibadah yang cukup penting dalam ajaran Islam. Seseorang yang telah melaksanakan ibadah haji, secara spiritual telah sempurna Islamnya. Islam memandang secara seimbang antara nilai materiil dengan nilai spritual, maka seseorang yang telah sempurna amal ibadahnya dengan berhaji akan sempurna pula amal usaha keduniannya.
Ibadah haji menjadi pusat komunikasi, pelatihan, pendidikan, dan pembentukan kepribadian umat Islam yang datang dari seluruh dunia. Ibadah haji merupakan kesempatan bagi umat untuk membebaskan diri dari egoisme, kelalaian, dan ketergantungan terhadap aspek keduniawian. Musim haji dapat menjadi pelatihan jangka pendek untuk mendidik menusia menjadi pribadi yang lebih baik. Secara individu, ibadah haji merupakan media untuk menyucikan diri dari segala bentuk dosa, meraih ketenangan jiwa, dan mendekatan diri kepada Allah Swt.
Pada sebagian masyarakat Islam tertentu, ibadah haji merupakan salah satu ibadah yang menempati kedudukan istimewa. Hal demikian bisa dibuktikan melalui kenyataan akan besarnya minat masyarakat untuk melaksanakan ibadah haji dalam setiap tahunnya. Karena itu, untuk dapat mewujudkan impiannya, setiap umat Islam harus bekerja keras dan berhemat demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah sebagai bekal menuju tanah suci. Bahkan, banyak orang yang berani menjual sawah dan barang-barang berharganya.
Yudha Wibowo (2019) menegaskan, adanya dorongan yang kuat untuk melaksanakan ibadah haji telah menjadikan seseorang melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya, dikarenakan ingin mencapai tujuan tersebut. Mereka akan meningkatkan usaha perekonomiannya dengan semangat kerja keras hingga tujuannya tercapai.
Simbol Persatuan
Sebagaimana diketahui bersama bahwa ibadah haji termasuk dalam rukun Islam. Rukun Islam sendiri merupakan simbol bahwa seorang benar-benar menjadi muslim ketika dia mampu menjalankan kelima rukun tersebut dan mampu menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dalam kehidupan sehari-hari. Itu artinya, haji bukan sekadar berdampak positif pada diri sendiri melainkan juga memiliki dampak sosial bagi kehidupan masyarakat.
Menurut Muhamad Haerudin (2015) haji telah menjadi simbol yang semestinya dapat diejawantahkan dalam kehidupan sosial yang nyata. Salah satu bukti bahwa haji merupakan simbol penting kesederatan umat manusia adalah melalui pakaian ihram yang dikenakan oleh setiap jamaah.
Makna yang tak kalah pentingnya dari pelaksanaan ibadah haji adalah persatuan umat Islam. Ketika seseorang melaksanakan ibadah haji, di sana terjalin persatuan tanpa mengenal asal negara, bangsa, suku, etnis, politik, golongan, organisasi, bahkan madzhab. Di musim ibadah haji inilah seluruh umat Islam bersatu dan bersama-sama menjalankan ibadah dengan satu tujuan, yaitu mengagungkan kebesaran Sang Pencipta.
Islam sendiri sangat menganjurkan persatuan dan melarang permusuhan. Umat Islam ibarat sebuah bangunan di mana bagian yang satu saling menguatkan bagian yang lain. Pasir, bata, semen, besi, dan air merupakan perekat bangunan sehingga ia tetap menjulang tinggi dan tidak mudah hancur. Seperti itulah seharusnya umat Islam, hidup dalam kedamaian dan persatuan yang kokoh sehingga tidak mudah bercerai-berai dalam kondisi apa pun.
Karena itu, ibadah haji mesti menjadi momentum mempererat persatun umat Islam. Tentu, persatuan ini tidak berhenti saat melaksanakan haji di tanah suci. Pesan persatuan ini mesti terus berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Umat Islam harus hidup dalam keharmonisan dan tidak boleh bercerai-berai karena perbedaan suku, bangsa, politik, dan organisasi.
Akhirnya, semoga ibadah haji kali ini benar-benar menjadikan para jamaah sebagai haji mabrur dan mampu mengambil pelajaran dari seluruh rangakain ibadah haji, terutama terkait pesan persatuan umat. Persatuan dan kesatuan ini perlu terus kita pupuk sebagai salah satu upaya untuk menghadirkan solusi atas berbagai problematika umat, termasuk soal upaya menyelamatkan Palestina dari cengkeraman penjajah Israel.