Meningkatnya Kasus Judi Online Akibat Sanksi Tak Tegas

DEPOK – Meningkatnya kasus judi baik konvensional maupun online karena sanksi yang diterapkan pemerintah tidak tegas.

Hal tersebut diungkap oleh Ustadzah Riyati, S.Pd., dalam pangajian rutin Kamus Shalihah: Judi Online, Tren atau Kebutuhan? (Pandangan Islam Terhadap Maraknya Judi Online), Ahad, (7/7/2024) di Masjid Jami’ Baiturrahim Cipayung, Kota Depok.

Padahal, menurutnya pemerintah sudah membuat sanksi baik bagi bandar/pengedar maupun pelaku judi itu sendiri. “Sanksi bagi bandar atau pengedar ada dalam UU 11/2008 pasal 27 ayat (2) tentang ITE, sebagaimana diubah dengan UU 19/2016 (UU ITE), disebutkan adanya larangan bagi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dokumen elektronik yang bermuatan perjudian. Sanksi pidananya berupa penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar,” ungkapnya.

Begitu juga, lanjutnya, sanksi bagi pelaku ada di Pasal 303 KUHP berbunyi, “Barang siapa melakukan perjudian, diancam hukuman pidana 10 tahun penjara, atau denda Rp. 25 juta, kecuali mendapat izin dari penguasa yang berwenang.

“Namun, sanksi di atas tidak tegas. Buktinya, ada kalimat ‘izin dari penguasa yang berwenang’ itu benar-benar menunjukkan bahwa judi/judol itu bisa legal dan bisa juga ilegal. Beda dengan Islam yang dengat tegas mengharamkan judi/judol,” terangnya di hadapan sekitar 200 peserta.

Pada praktiknya, pemerintah dalam menerapkan sanksi terlalu ringan. “Sebagaimana yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, bahwa pemain judol selama ini lebih banyak dikenakan sanksi tindak pidana ringan (tipiring). Pelaku hanya dikurung satu bulan terus dikeluarkan, sebagaimana yang diberitakan CNNIndonesia, Selasa, 18/6/2024,” bebernya.

Bahkan, terangnya, DPR sedang mempertimbangkan untuk melakukan pendekatan persuasif dan represif, dengan alasan kalau langsung represif penjara bakal penuh.

“Sebagaimana yang dikatakan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, DPR bakal merumuskan tindakan secara persuasif atau represif yang akan dilakukan terhadap pemain judol. Sebab, katanya, jika langsung mengambil tindakan represif ia takut penjara akan langsung dipenuhi para penjudi,” tuturnya.

Oleh karenanya, selama sistem sekuler kapitalis dan hukum buatan manusia yang diterapkan. judol akan tetap marak bahkan semakin meningkat.

“Bagaimana, masih mau pakai hukum buatan tuhan-tuhan tersebut atau pakai hukum buatan Tuhan Semesta Alam yakni Allah SWT?” tanyanya.[]Siti Aisyah

Pos terkait