JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta menggelar Diskusi Dakwah Terintegrasi dengan tema “Anti Bullying di Lingkungan Pondok Pesantren” yang berlangsung di Aula Buya Hamka YPI Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam kepada para pengelola lembaga pendidikan Islam, khususnya pesantren, mengenai permasalahan bullying baik dari aspek teoritis maupun psikologis, serta pentingnya perhatian serius terhadap isu ini.
Sekretaris MUI DKI Jakarta, KH Auza’i Mahfuzh, dalam sambutannya menekankan bahwa fenomena bullying memang terjadi di lingkungan pesantren dan perlu mendapatkan perhatian khusus.
“Kita harus mengakui bahwa bullying itu ada di lingkungan pesantren. Kita harus mengakui cara didik orang tua kita di pesantren ada sedikit yang perlu kita koreksi, meskipun itu bukan berarti hal yang jelek. Tetapi sudah tidak sesuai dengan zaman,” ujarnya. (15/8/24)
Kiai Auza’i juga menyatakan bahwa pesantren harus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman agar tetap relevan, terutama dalam metode pendidikan para santri. Menurutnya, pendekatan klasik yang cenderung keras perlu diubah menjadi pendekatan yang lebih humanis.
“Pesantren merupakan benteng terakhir budaya Islam dan benteng persatuan bangsa Indonesia,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Kiai Auza’i menjelaskan kedudukan bullying dalam agama Islam, menegaskan bahwa Islam secara tegas melarang tindakan pembulian. Ia menyebut bullying sebagai perbuatan jahiliah, mengutip sebuah kisah dari masa Nabi Muhammad Saw. yang melibatkan sahabat Abu Dzar Al-Ghifari dan Bilal bin Rabah.
“Dalam suatu perselisihan pendapat di sebuah majelis yang tidak dihadiri Rasulullah Saw., Abu Dzar menghina Bilal dengan sebutan Ibnu As-Sauda (anak budak berkulit hitam). Hal itu sampai ke telinga Rasulullah Saw. dan beliau mengatakan kepada Abu Dzar, ‘sesungguhnya di dalam dirimu masih ada sifat jahiliah’. Akhirnya, Abu Dzar meminta maaf dan bahkan meminta agar Bilal menginjak pipinya,” tutur Kiai Auza’i.
Maka dari itu, Sekretaris MUI DKI Jakarta, KH Auza’i Mahfuzh, menyampaikan harapannya agar kegiatan ini menjadi bahan introspeksi dan pembelajaran bagi para pendidik, guna meningkatkan pengawasan serta pembinaan terhadap anak didik.
“Mudah-mudahan ini bisa menjadi introspeksi kita untuk membuat anak didik menjadi lebih baik,” ujar Kiai Auza’i.
Dalam acara tersebut, perwakilan UNICEF Indonesia, Muhammad Zubaidi, menambahkan bahwa kegiatan ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan terkait kondisi psikologis anak-anak korban bullying. Hal ini diharapkan membantu pengelola lembaga pendidikan dalam menangani masalah bullying secara lebih efektif dan tepat.
“Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa generasi penerus kita menjadi generasi yang siap dan kuat untuk menggenggam amanah bangsa ke depan,” jelas Zubaidi.
Ia juga menegaskan komitmen UNICEF untuk melanjutkan kerjasama dengan MUI DKI Jakarta dalam hal edukasi terkait anak. “Kami UNICEF Indonesia siap memberikan edukasi, dan mudah-mudahan ke depan bisa terus bekerjasama,” tambahnya.
Perwakilan Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Saiful Amri, dalam paparannya menjelaskan bahwa bullying merupakan masalah yang ada di berbagai lembaga pendidikan, termasuk di sekolah, madrasah, dan pesantren.
Ia mencatat bahwa kasus bullying di pesantren mengalami peningkatan selama masa pandemi COVID-19, di mana pembatasan penjengukan membuat anak-anak kurang terpantau oleh orang tua mereka.
“Hampir semua pesantren membatasi penjengukan karena COVID-19. Sehingga, anak tidak terkontrol oleh orang tua dan tidak bisa bercerita kepada mereka,” jelas Saiful.
Ia menyoroti satu kasus tragis di mana bullying di pesantren berujung pada tindakan bunuh diri. Menurutnya, kejadian seperti itu tidak boleh terulang lagi. Oleh karena itu, Saiful mengapresiasi inisiatif MUI DKI Jakarta yang menggandeng UNICEF Indonesia dalam kegiatan ini.
“Apa yang digagas oleh MUI untuk mencegah bullying di pesantren mesti kita sambut secara positif. Semoga dari acara ini, bisa menjadi kontribusi dan referensi untuk mengatasi bullying di pesantren,” ungkapnya.
Kepala Biro Dikmental DKI Jakarta, Aceng Zaini, juga menyampaikan apresiasinya terhadap kegiatan ini. Ia menyatakan bahwa pihaknya siap mendukung program edukasi serupa di berbagai segmen pendidikan seperti sekolah, madrasah, pesantren, dan majelis ta’lim.
“Bullying banyak terjadi di pesantren yang tidak terekspos,” ungkap Aceng, sembari mengajak pengelola pesantren untuk terus meningkatkan manajemen serta pengawasan terhadap santri.
“Manajemen harus betul-betul diperhatikan, dan pengurus pesantren harus selalu hadir saat santri masuk,” tegas Aceng.
Kegiatan ini diakhiri dengan diskusi bertema Anti Bullying menurut agama Islam oleh KH Muhammad Faiz Syukron Makmun, serta perspektif psikologi oleh Ketua Komite PRA dan Kesehatan Mental, Hena Rustiana, dengan moderator KH Rakhmad Zailani Kiki.