Tersandera di Negeri Kleptokrasi

Oleh : M. Ikbar Nariswara,
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

Tersandera, kata yang pantas untuk menggambarkan masyarakat kalangan kelas menengah kebawah di Indonesia saat ini. Berpijak dari kata tersebut, Tersandera ialah seseorang yang ditawan seseorang lain agar keinginannya dituruti. Dengan berbagai kebijakan yang datang dari meja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat, namun di sisi lain rakyat harus tunduk pada aturan tersebut. Artinya masyarakat tidak mempunyai kuasa apapun dan pilihan lain atas segala yang dilakukan oleh pemangku kebijakan.

Seperti Tapera, Tapera ialah singkatan dari Tabungan Perumahan Rakyat. Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Dalam aturannya, dijelaskan bahwa Pengelolaan Tapera adalah kegiatan untuk menghimpun dana masyarakat yang dilakukan secara bersama dan saling tolong-menolong antar-Peserta untuk menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi Peserta.

Besaran simpanan peserta atau iuran Tapera adalah 3% dari gaji atau upah Peserta Pekerja dan penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri. Besaran simpanan untuk Peserta Pekerja ditanggung bersama oleh Pemberi Kerja sebesar 0,5% dan Pekerja sebesar 2,5%. Sementara besaran simpanan untuk Peserta Pekerja Mandiri ditanggung sendiri sebesar 3% (Detik, 2024). Aturan tersebut jelas menyandera masyarakat, bahkan sampai mencekik. Bagaimana tidak! Ditengah masyarakat berusaha bertahan hidup dari harga sembako yang melangit. Tiba-tiba pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut yang semakin memberatkan masyarakat.

Lagi-lagi yang menjadi target sanderaan ialah masyarakat kelas menengah kebawah, seperti yang disebutkan dalam Pasal 5 PP Tapera, bahwa “setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah kawin yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, wajib menjadi peserta Tapera.”

Padahal, masih terdapat 10 daerah dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2024 tidak lebih dari Rp2.200.000, kabupaten Banjarnegara termasuk daerah dengan UMK terendah dengan besaran Rp 2.038.005, disusul Kabupaten Wonogiri, Sragen, Banjar, Kuningan, Pangandaran, Ciamis, Rembang, Blora dan Brebes (Annur, 2023).

Dengan angka UMK yang kecil itu, masyarakat masih kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sampai harus merelakan tabungannya. Hal tersebut sejalan berdasarkan data Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) edisi November 2023, rasio konsumsi kelompok dengan pengeluaran di bawah Rp 5 juta sebagian besar mengalami penurunan. Penurunan paling dalam dicatatkan oleh kelompok pengeluaran Rp 2,1 juta – Rp 3 juta, diikuti kelompok pengeluaran Rp 4,1 juta – Rp 5 juta (Kompas, 2024).

Dalam catatan CNBC Indonesia, UMP tidak pernah naik double digit sejak 2017. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, UMP hampir selalu naik di atas 10%. Pada 2013, misalnya, UMP naik 19,1% sementara pada 2014 sebesar 17,44%.

Alih-alih ingin berpihak kepada rakyat, namun pengenaan pajak dari pemerintah dengan tidak diimbangi juga kenaikan UMK merupakan penyanderaan yang disengaja oleh Pemerintah dan menambah penderitaan rakyat. Ditengah lesunya daya beli masyarakat karena kebutuhan yang semakin naik, seharusnya pemerintah fokus untuk meningkatkan daya beli masyarakat, bisa dengan subsidi gaji/upah, pembukaan lapangan kerja melalui pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan pelatihan ketrampilan.

Pasalnya kebijakan tersebut berpotensi menjadi lahan basah bagi koruptor, pada periode 2021 sd 2023 jumlah angkatan kerja di Indonesia meningkat sebanyak 7,56 juta orang atau sekitar 5,39 persen (Kemnaker, 2024). Jika setiap orang dikenakan pajak 3% maka sudah berapa Triliun uang ditangan pemerintah setiap tahunnya.

Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), kerugian negara akibat kasus korupsi mencapai 238,14 triliun sejak 2013-2022 (Data Indonesia, 2023). Angka korupsi dengan rentan waktu yang panjang tersebut menjadi sebuah fenomena gunung es yang muncul ke permukaan. Tak heran jika banyak masyarakat yang menolak atas kebijakan tersebut, Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan tengah menyiapkan aksi massa besar-besaran menolak program Tapera (CNN Indonesia, 2024).

Pernyataan Lord Acton (1833-1902) layak dikutip, bahwa, “Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely”, artinya “Kekuasaan itu cenderung korup. Kekuasaan absolut korup seratus persen” (Libertarianisme, 2000). Maka sudah sepatutnya kita sebagai rakyat skeptis tentang kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang cenderung merugikan rakyat.

Negara Indonesia yang begitu besar dengan kekayaan alam yang melimpah, namun rasanya tidak dapat mensejahterakan rakyatnya, maka saya tegaskan bahwa negara seolah-olah sedang menyandera rakyatnya sendiri. Rakyat ibarat tawanan yang harus menuruti keinginan pemerintah, disisi lain pemerintah tidak pernah “memelihara/mensejahterakan” rakyatnya.

Kleptokrasi biasa diartikan sebagai negara yang diperintah oleh pencuri. Penguasa memakai uang rakyat untuk memperkaya diri sendiri atau korupsi. Praktik korupsi dilakukan dengan menyelewengkan kewenangan untuk memengaruhi kebijakan.

Hukum yang diciptakan untuk membatasi pemerintah agar tidak sewenang-wenang, namun disisi lain hanya untuk memperkuat posisi pemerintah, kasus korupsi yang begitu besar seharunsya menjadi fokus pemerintah dalam menanggulanginya, jika hal tersebut tidak dapat dijawab oleh pemerintah, maka kekayaan alam Indonesia yang begitu melimpah hanya akan dirasakan oleh segelintir orang saja. Maka negara gagal dalam mengatasi kasus korupsi yang mengerogoti tubuh bangsa ini.

Pos terkait