Sebenarnya Islam memiliki sistem ekonomi yang mengungguli sistem ekonomi lainnya yang hanya merupakan “buah tangan” manusia. Sistem ekonomi Islam adalah sebuah sistem yang berlandaskan ajaran Ilahi, yang kesesuaiannya dengan umat dapat dipastikan. Hanya ekonomi Islamlah yang dapat membantu masyarakat mencapai kesejahteraannya.
Ekonomi Islam bukan sekedar etika dan nilai yang bersifat normatif, tetapi juga bersifat positif sekaligus. Karena ia mengkaji aktivitas aktual manusia, problem-problem ekonomi Masyarakat dalam perspektif Islam. Kesalahan sistem ekonomi Indonesia, yakni ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada system ekonomi kapitalis yang justru lebih memihak individu manusia, sehingga berdampak timbulnya rasa egoisme yang tinggi dari individu manusia itu sendiri tanpa memperhatikan mayoritas rakyat Indonesia yang kurang mampu.
1. Definisi Ekonomi Syariah dan Karakteristiknya
Ekonomi Syariah menurut ash-Shidiqy adalah respons pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu. Dalam usaha kreasi ini dibantu oleh al-Quran dan as-Sunnah, akal (ijtihad) dan pengalaman.
. Menurut M. A. Mannan ekonomi syariah adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai syariah. Sehingga dalam perjalanannya Mannan berpendapat bahwa ekonomi syariah merupakan ilmu ekonomi positif dan normatif Karena keduanya saling berhubungan dalam membentuk perekonomian yang baik dalam evaluasinya nanti.
Ada beberapa ciri-ciri dalam ekonomi syariah yang dapat digunakan sebagai identifikasi:
a) Ekonomi syariah merupakan bagian dari sistem syariah yang menyeluruh.
b) Ekonomi syariah merealisasikan keseimbangan antara kepentingan individu dan
kepentingan umum.
2. Hak Terhadap Harta
Syariah mengakui hak individu untuk memiliki harta. Hak pemilikan harta hanya
diperoleh dengan cara-cara sesuai dengan ketentuan Islam. Syariah mengatur kepemilikan harta didasarkan atas kemaslahatan bersama, sehingga keberadaan harta akan menimbulkan sikap saling menghargai dan menghormatinya. Hal ini terjadi karena bagi seorang muslim harta sekedar titipan Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Bagi seorang muslim harta merupakan amanah Allah, yang dipercayakan kepada manusia dijaga dan di pertanggungjawabkan nantinya.
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu”.
Seorang muslim tidak akan menyia-nyiakan amanah tersebut, karena bagi seorang
muslim pemberian Allah kepada manusia diyakini mempunyai manfaat.
3. Ketidaksamaan Ekonomi dalam Batas yang Wajar
Syariah mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi antar orang perorangan.
Karena dapat disadari di dunia ini ada orang yang mampu dan yang kurang mampu dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari, sehingga konsekuensi adanya dana untuk digunakan bersama haruslah ada sebagai penyeimbang dari ketidaksamaan ekonomi tersebut.
Ketentutan zakat tersebut di atas semuanya ditujukan bagi orang-orang yang sudah
memiliki harta lebih sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam fiqh.
Realisasi dari pernyataan bahwa zakat dan bentuk sedekah sunnah yang lain sebagai
penyeimbang ekonomi dapat dilihat dari penggunaan dana-dana dari zakat, infaq dan
sedekah tersebut, yang pada umumnya digunakan menyantuni orang-orang yang kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya, sehingga ketidaksamaan ekonomi dari masyarakat tersebut masih dapat diatasi.
4. Larangan Menumpuk Kekayaan
Secara langsung sistem ekonomi syariah (sharia) melarang setiap individu dengan
alasan apapun menumpuk kekayaan dan tidak mendistribusikannya. Karena akan
menghambat jalannya perekonomian suatu negara. Sehingga seorang muslim mempunyai keharusan untuk mencegah dirinya supaya tidak berlebihan dalam segala hal, dan diantaranya adalah harta.
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu haramkan yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu dan janganlah melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
5. Cara Efektif Internalisasi Sistem Ekonomi Syariah di Indonesia
Melihat potensi yang ada dalam sistem ekonomi syariah, maka aplikasi secara
menyeluruh dalam tataran sosio-politik dan sosio-ekonomi Indonesia harus segera dilakukan, ada beberapa tatapan jalur alternatif untuk memulai akselerasi penginternalisasian dan pengaplikasian sistem ekonomi syariah yang dapat digunakan,
yakni:
1. Jalur lembaga pendidikan, melalui jalur ini dapat ditanam mulai sejak dini
mainstream kebijakan yang terdapat dalam ekonomi syariah, sehingga potensi out
put sumber daya manusia (SDM) akan lebih unggul lagi dalam persaingan
ekonomi, intelek yang bertakwa.
2. Jalur lembaga keuangan, setelah penanaman mainstream kebijakan ekonomi
syariah melalui jalur pendidikan sudah tertata dengan baik, melalui jalur ini, secara
aplikatif dari prinsip dasar ekonomi syariah akan diterapkan, sehingga
pengembangan sektor riil akan lebih terdukung dengan baik karena pada dasarnya sektor keuangan adalah sektor pendukung bagi sektor riil. Ada beberapa aplikasi yang dapat diterapkan dalam lembaga keuangan Indonesia dengan memperhatikan
prinsip syariah yang sudah ada, yaitu:
a. Aplikasi perbankan
b. Aplikasi pasar modal dan pasar uang
c. Aplikasi pilantrophy Islam; sentralisasi pengumpulan dan penyaluran dana
zakat, infak, sedekah, dan produktivitas wakaf
3. Jalur lembaga pemerintahan/hukum Pengesahan regulasi yang berkaitan dengan ekonomi syariah; RUU perbankan syariah, RUU sukuk dan tindak lanjut beberapa fatwa DSN-MUI yang dapat diaplikasikan dalam kebijakan negara.
Kesamaan karakteristik dalam ekonomi kerakyatan dan ekonomi syariah memberikan suatu indikasi baru bahwa selain ekonomi Sosialis dan Kapitalis yang telah lama digunakansebagai dasar dari ekonomi kerakyatan yang secara nyata tidak membuahkan hasil justrumenurunnya perekonomian Indonesia sampai sekarang, ada sistem ekonomi yang baru dikenalkandi Indonesia, yakni ekonomi syariah. Instrumen penggerak dan penyeimbang perekonomian negara dari sistem ekonomi syariah apabila diaplikasikan dalam ekonomi kerakyatan di Indonesia, sudah dapat dipastikan akan terbentuk suatu negara yang tegak dan kokoh dengan rakyatnya yang sejahtera, tentunya dengan beberapa tahapan jalur internalisasi ekonomi syariah, yaitu jalur lembaga pendidikan, lembaga keuangan, dan penguatan dengan jalur hukum.
Ahmad Rantisi Dermawan
STEI SEBI