Transaksi E-commerce Dalam Ekonomi Syariah

Kemajuan teknologi telekomunikasi, informasi dan komputer. telah menyebabkan terjadinya perubahan kultur dan tuntutan hidup sehari-hari, sehingga telah melahirkan pola hubungan baru, di antaranya dalam dunia bisnis. Salah satu media andalannya adalah melalui e-commerce (electronic commerce). Munculnya kekhawatiran terhadap transaksi e-commerce khususnya masyarakat Islam di Indonesia, baik dari prespektif keamanan dan prespektif syariah. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis transaksi e-commerce dalam ekonomi syariah. Hasil analisis disimpulkan bahwa secara teknis transaksinya, baik dalam bentuk jual-beli jasa atau barang, kalau barang tersebut diserahkan secara tangguh karena berbentuk non digital, maka transaksi e-commerce dapat dianalogikan kepada jual-beli al-salam, yang telah disyariatkan semenjak awal mulanya Islam melalui Sunnah Nabi saw. Penggunaan e-commerce di Indonesia dibolehkan selagi antara kedua belah pihak saling paham. Artikel ini juga untuk memberikan panduan umum tentang pengguna e-commerce dalam menjalankan bisnisnya.

Pada era globalisasi saat ini, penguasaan teknologi menjadi prestise dan indikator kemajuan suatu negara. Negara dikatakan maju jika memiliki tingkat penguasaan teknologi tinggi (high technology), sedangkan negara-negara yang tidak bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi sering disebut sebagai negara gagal (failed country). Kemajuan IT secara tidak langsung merubah pola fikir seseorang, khususnya masyarakat Islam dalam penggunaan media online.2 Layanan online ini memacu cara baru dalam menjalankan aktifitas sehari-hari, kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kebutuhan di dunia ini sudah di pengaruhi oleh kebutuhan
secara elektronik, dan dewasa ini sudah ramai dengan berbagai huruf yang diawali dengan “e”, seperti e-commerce, e-library, e-goverment, e-medicine, ebiodiversity, e-laboratory, dan masih banyak lagi yang berjenis elektronika. Dampak perkembangan teknologi merambah hingga ke Indonesia. Hal ini ditandai dengan semakin menjamurnya bisnis e-commerce. E-commerce telah
merevolusi perilaku penjual dan konsumen dalam bertransaksi, dimulai dari menawarkan barang, memasarkan hingga bertransaksi. Semua dilakukan tanpa batas waktu dan jarak dan dilakukan tanpa perlu bertatap muka secara langsung. Apalagi saat ini website e-commerce telah banyak ditawarkan, tidak hanyawebsite berbayar melainkan banyak pula yang nonpremium (gratis) sehingga menjadi tidak ada alasan bagi pelaku usaha untuk tidak turut serta dalam berbisnis melalui media
e-commerce.

E-commerce Dalam Ekonomi Syariah

E-Commerce adalah suatu proses membeli dan menjual produk-produk secara elektronik oleh konsumen dan dari perusahaan ke perusahaan dengan komputer sebagai perantara transaksi bisnis. Media yang dapat digunakan dalam aktivitas ecommerce adalah world wide web internet. E-Commerce adalah pembelian, penjualan dan pemasaran barang serta jasa melalui sistem elektronik. Seperti radio, televisi dan jaringan komputer atau internet. E-Commerce adalah penggunaan jaringan komunikasi dan komputer untuk melaksanakan proses bisnis. Pandangan populer dari e-commerce adalah penggunaan internet dan komputer dengan browser Web untuk membeli dan menjual produk. E-commerce atau kependekan dari electronic commerce (perdagangan secara electronik), merupakan transaksi bisnis yang terjadi dalam jaringan elektronik, seperti internet. Siapapun yang dapat mengakses komputer, memiliki sambungan ke internet, dan memiliki cara untuk membayar barangbarang atau jasa yang mereka beli, dapat berpartisipasi dalam e-commerce Sesuai dengan definisi beberapa ahli di atas, disimpulkan pengertian ecommerce adalah proses transaksi jual beli yang dilakukan melalui internet dimana website digunakan sebagai wadah untuk melakukan proses tersebut.

E-commerce dapat dibagi menjadi beberapa jenis yang memiliki karakteristik
berbeda-beda. Penggolongan e-commerce dibedakan sebagai berikut:
1. Business to Consumer (B2C).
2. Business to business (B2B).
3. Consumer to Consumer (C2C).
4. Peer-to-peer (P2P).
5. Mobile Commerce (M-Commerce).

E-commerce yang dimaksud dalam tulisan ini termasuk dalam golongan
Business to Consumer (B2C), yang mencakup transaksi jual, beli, dan pemasaran
kepada individu pembeli dengan media internet melalui penyedia layanan ecommerce, seperti Shoope, Lazada, dan JD.ID. Di dalam proses transaksi ecommerce, baik itu B2B maupun B2C, melibatkan lembaga perbankan sebagai
institusi yang menangani transfer pembayaran transaksi.

Sebuah perusahaan e-commerce bisa bertahan tidak hanya mengandalkan kekuatan produk saja, tapi dengan adanya tim manajemen yang handal, pengiriman yang tepat waktu, pelayanan yang bagus, struktur organisasi bisnis yang baik, jaringan infrastruktur dan keamanan, desain situs web yang bagus, beberapa faktor yang termasuk:

1. Menyediakan harga kompetitif
2. Menyediakan jasa pembelian yang tanggap, cepat, dan ramah.
3. Menyediakan informasi barang dan jasa yang lengkap dan jelas.
4. Menyediakan banyak bonus seperti kupon, penawaran istimewa, dan diskon.
5. Memberikan perhatian khusus seperti usulan pembelian.
6.Menyediakan rasa komunitas untuk berdiskusi, masukan dari pelanggan, dll.
7.Mempermudah kegiatan perdagangan.

E-commerce memberikan manfaat antara lain:

1. Mendapatkan pelanggan baru.
2. Menarik konsumen untuk tetap bertahan.
3. Meningkatkan mutu layanan.
4.Melayani konsumen tanpa batas waktu.

Dengan adanya e-commerce memungkinkan perusahaan dapat meningkatkan layanan dengan melakukan interaksi yang lebih personal sehingga dapat memberikan informasinya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh konsumen.

E-commerce memberikan pilihan kepada produsen tentang jenis usaha dan skala usaha yang akan dikembangkan. Dengan mengimplementasikan teknologi informasi e-commerce, produsen dapat memilih untuk mengembangkan target pasar kepada pasar global atau hanya fokus terhadap segmen pasar tertentu. Dengan menggunakan e-commerce, produsen dapat merubah daftar harga atau melakukan kustomisasi produk atau jasa yang ditawarkan dan terinformasikan secara cepat melalui website. Sesuatu yang biasanya memerlukan waktu yang lama untuk dilaksanakan atau diintegrasikan, dengan e-commerce menjadi lebih cepat.

Suatu konsep jual-beli dalam fikih muamalah yang sangat sepadan dengan konsep e-commerce ini adalah jual-beli al-salam, kalau barangnya berbentuk pesanan yakni yang non digital, dan jual beli umum (buyu’) untuk jenis-jenis barang yang digital. Untuk jenis jual beli yang terakhir ini, tidak akan dijelaskan lebih jauh, karena telah dapat dipahami bagaikan jual-beli yang lazim dilakukan oleh banyak orang selama ini. Jual-beli al-salam dapat ditemukan dalilnya dalam sabda Rasulullah saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibn Abbas:

من أَ ْسلَ َف في َش ْي ٍء فَ ِفي َك ْي ٍل َم ْعلُو ٍم َو َو ْز ٍن َم ْعلُو ٍم إلى أَ َج ٍل َم ْعلُو ٍم

Artinya: “Siapa yang melakukan jual-beli salam, hendaklah melakukannya dengan
takaran dan timbangan yang jelas, sampai batas waktu tertentu”.

Berdasarkan hadis tersebut di atas, maka para ulama sepakat akan kebolehan jual beli al-salam ini, sejauh sesuai dengan garisan Rasulullah saw tersebut. Kendati objek transaksi salam dimaksudkan dalam hadis adalah masalah pertanian sesuai dengan kondisi yang ada pada waktu, saat ini tentunya tidak cukup hanya sebatas masalah pertanian saja. Artinya akan dapat dikembangkan dalam aspek dan bentuk objek transaksi lainnya. Dengan adanya penjelasan ten- tang jual beli al-salam di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa secara prinsip bentuk transaksi jual beli antara al-salam dengan e-commerce adalah sama, yakni sama-sama berbentuk pesanan yang penyerahan barangnya ditangguhkan, sedangkan pembayarannya sama-sama tunai.

Maka seperti halnya transaksi jual beli, disyaratkan paling tidak ada 4 hal yang harus terpenuhi: yaitu pembeli, penjual, alat tukar (uang), dan barang yang diperjual-belikan atau obyek transaksi. Hanya saja, pada transaksi e- commerce maupun bai’ as-salam obyek transaksi ditangguhkan penyerahannya walaupun telah terjadi kesepakatan jual beli antara penjual dan pembeli. Setidaknya ini lah persamaan mendasar antara e-commerce dan bai’ as-salam. Adapun beberapa perbedaan spesifik ditemukan juga dalam di antara kedua konsep tersebut, khusunya dalam hal model penawaran, pembayaran, serta pengiriman dan penerimaan. Perbedaan ini tidak secara otomatis menyatakan bahwa e-commerce tidak sah. Kecuali nyata pertentangannya dengan prinsip dan nilai ajaran Islam di bidang muamalah, yaitu mengandung unsur maisir (judi), gharar (penipuan), riba dan produk atau jasa yang ditawarkan adalah termasuk yang diharamkan oleh ajaran Islam.

Analisis Penerapan E-commerce Dalam Ekonomi Syariah

(Hukum asal menetapkan syarat dalam muamalah adalah halal dan
diperbolehkan kecuali ada dalil (yang melarangnya). Yang tidak boleh dilakukan
Islam ialah riba dan ketidakadilan. Dalam aspek ini kebebasan manusia
sesungguhnya tidak mutlak, tetapi kebebasan yang berkeadilan dan bertanggung
jawab. Landasan normatif etika bisnis ekonomi syariah bersumber dari al-Quran dan Hadis. Dalam konteks ini dapat dibagi menjadi empat kelompok:

Landasan tauhid,
Landasan keseimbangan,
Landasan kehendak bebas, dan
Landasan pertanggungjawaban.
Bisnis dalam ekonomi syariah bertujuan untuk mencapai empat kelompok:
1. target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri,
2. pertumbuhan,
3. keberlangsungan, dan
4. keberkahan.

Islam telah mengizinkan dan mendorong aktivitas bisnis, Islam juga memaparkan prinsip-prinsip dasar perilaku ekonomi sebagai konsumen, produsen, dan pemilik kekayaan. Islam memperbolehkan transaksi jual-beli yang dilakukan sesuai dengan syariat Islam maupun sesuai dengan ekonomi syariah. Prinsip umum ekonomi syariah ialah karakter bisnis yang sangat menentukan sukses tidaknya sebuah bisnis yang mana harus dimiliki pebisnis apalagi pebisnis muslim atau muslimat yang menghendaki kesusksesan dalam berbisnis. Sesuai dengan teori di dalam prinsip ekonomi syariah yaitu: Prinsip kejujuran (al-shidq) adalah sifat (keadaan) jujur, ketulusan (hati), kelurusan (hati). Prinsip Keadilan (al-‘adhilah) adalah suatu masalah yang sangat sulit diterapkan, mudah dikatakan tetapi sulit dilakukan. Konsep keadilan ekonomi dalam Islam mengharuskan setiap orang mendapatkan haknya dan tidak mengambil hak atau bagian orang lain. Prinsip Tanggung jawab merupakan suatu prinsip dinamis yang berhubungan dengan perilaku manusia. Beraktivitas didunia kerja dan bisnis, Islam mewajibkan berbuat adil, tidak
terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt
dalam QS Al-Maidah/5: 8

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْاۗ اِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekalikali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.Berdasarkan ayat tersebut di atas memberikan pengertian bahwa bentuk
transaksi penerapan e-commerce termasuk sistem usaha yang sah, dan terdapat
unsur ketidakadilan di dalam transaksi sesuai prinsip ekonomi syariah. Ekonomi
Syariah memberikan ketentuan bahwa pelaku bisnis harus mengetahui, memahami dan juga menjalankan prinsip-prinsip ekonomi syariah, seperti kejujuran, keadilan dan bertanggungjawab agar semua aktivitas bisnis berjalan dengan baik dan mendapatkan keberkahan dari Allah swt.

Dilihat dari sisi teknis transaksinya, baik dalam bentuk jual-beli jasa atau barang, kalau barang tersebut diserahkan secara tangguh karena berbentuk non digital, maka transaksi e-commerce dapat dianalogikan kepada jual-beli al-salam, yang telah disyariatkan semenjak awal-awal Islam melalui Sunnah Nabi saw. Berbeda halnya kalau objek barang yang ditransasksikan itu berbentuk digital yang dapat langsung diterima oleh pembeli setelah pembayaran dilakukan, maka jenis jual-beli ini terkategori kepada jual beli umum/biasa, yang diistilahkan dalam kitab fikih dengan buyu’.

Paparan artikel di atas, sudah menjawab terkait kekhawatiran umat muslim tentang hukum yang berkaitan dengan bisnis e-commerce, yang rumornya terdapat gharar, riba dan isu-isu yang terkait ekonomi syariah terutama di Indonesia. Penggunaan e-commerce di Indonesia dibolehkan selagi antara kedua belah pihak saling paham. Artikel ini juga untuk memberikan panduan umum tentang pengguna e-commerce dalam menjalankan bisnisnya.

Ahmad Rantisi Dermawan
STEI SEBI

Pos terkait