DEPOKPOS – Baru-baru ini, para peneliti Google meluncurkan makalah yang menggemparkan, mengungkap sisi kelam kecerdasan buatan (AI) generatif. Mereka memperingatkan potensi bahaya teknologi ini dalam merusak internet dan mengikis kepercayaan terhadap informasi digital.
Studi yang belum di-peer review ini menemukan bahwa AI generatif banyak disalahgunakan untuk membuat konten palsu, seperti gambar dan video yang direkayasa. Konten-konten ini dimanipulasi untuk mengaburkan batas antara kenyataan dan fiksi, dengan tujuan jahat seperti:
Memanipulasi opini publik
Konten palsu dapat digunakan untuk menyebarkan propaganda, berita bohong, atau informasi yang menyesatkan untuk mempengaruhi opini publik terhadap suatu isu atau individu.
Melakukan penipuan
Konten palsu yang dibuat dengan AI generatif bisa sangat meyakinkan, sehingga dapat digunakan untuk menipu orang secara online, seperti penipuan keuangan atau pencurian identitas.
Meraih keuntungan
Konten palsu juga dapat digunakan untuk menarik perhatian dan traffic ke situs web tertentu, menghasilkan keuntungan finansial melalui iklan atau skema clickbait.
Parahnya, kemudahan akses terhadap platform AI generatif dan rendahnya literasi digital masyarakat memperparah situasi ini. Banyak pengguna internet tidak dapat membedakan konten asli dan buatan AI, sehingga mudah tertipu oleh konten palsu yang beredar. Peneliti Google menyoroti bahaya “produksi massal konten sintetis berkualitas rendah, mirip spam, dan berniat jahat” yang dapat menimbulkan dua konsekuensi serius bagi pengguna internet.
Pertama, hal ini dapat meningkatkan keraguan masyarakat terhadap informasi digital. Jika terus menerus dibombardir dengan konten palsu, pengguna internet akan semakin sulit untuk membedakan mana yang asli dan mana yang dimanipulasi. Hal ini dapat mengikis kepercayaan terhadap informasi online secara keseluruhan, sehingga membahayakan demokrasi dan pengambilan keputusan yang tepat.
Kedua, “produksi massal konten sintetis berniat jahat” ini akan membebani pengguna dengan tugas verifikasi yang rumit. Pengguna harus lebih berhati-hati dan kritis dalam memilih informasi yang mereka konsumsi. Mereka perlu memverifikasi kebenarannya dari berbagai sumber terpercaya, yang membutuhkan waktu dan usaha ekstra. Hal ini dapat menjadi beban yang signifikan bagi pengguna, terutama bagi mereka yang tidak memiliki literasi digital yang memadai.
Lebih mengkhawatirkan lagi, peneliti menemukan bahwa AI generatif bahkan digunakan oleh figur publik untuk membantah rumor atau berita negatif tentang mereka, dengan membuat konten palsu yang seolah-olah berasal dari sumber terpercaya.
Ironisnya, laporan Google ini tidak menyinggung fitur AI mereka sendiri yang menuai kontroversi, yaitu AI Overviews di Google Search. Fitur ini sebelumnya dikritik karena memberikan hasil pencarian yang aneh dan tidak masuk akal, seperti saran untuk menempelkan keju di pizza dengan lem tidak beracun atau memakan batu kecil per hari. Google telah menghapus hasil pencarian yang nyeleneh tersebut dan membatasi fitur AI Overviews.
Temuan Google ini bagaikan tamparan keras bagi dunia teknologi dan masyarakat digital. Di satu sisi, AI generatif menawarkan potensi luar biasa untuk kemajuan dan inovasi. Di sisi lain, teknologi ini juga membuka celah baru untuk penyalahgunaan dan manipulasi informasi.
Tantangannya adalah bagaimana memanfaatkan AI generatif secara bertanggung jawab dan etis, serta membekali masyarakat dengan literasi digital yang memadai untuk melawan konten palsu dan melindungi diri dari penipuan online.
Masa depan internet dan kepercayaan terhadap informasi digital bergantung pada upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk:
Pengembang teknologi harus merancang platform AI generatif dengan kontrol dan batasan yang jelas untuk mencegah penyalahgunaan.
Pemerintah perlu merumuskan regulasi dan kebijakan yang mendorong penggunaan AI generatif secara bertanggung jawab.
Masyarakat harus meningkatkan literasi digital dan kritis dalam menerima informasi, serta berani melaporkan konten palsu yang mereka temukan.
Media massa bertanggung jawab dalam memverifikasi informasi dan menyebarkan konten yang akurat dan terpercaya.
Masa depan internet di era AI generatif bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, teknologi ini menawarkan peluang luar biasa untuk kemajuan dan inovasi. Di sisi lain, AI generatif juga membuka celah baru untuk penyalahgunaan dan manipulasi informasi. Penting bagi kita untuk menyadari bahaya AI generatif dan membangun internet yang sehat dan terpercaya.
Kolaborasi dari berbagai pihak, seperti pemerintah, pengembang teknologi, media massa, dan masyarakat umum, diperlukan untuk memastikan AI generatif digunakan untuk kebaikan dan bukan untuk kejahatan. Mari kita jadikan internet sebagai ruang yang positif dan konstruktif, di mana kita dapat belajar, bertukar informasi, dan membangun hubungan yang meaningful. Masa depan internet ada di tangan kita.
Tiara Ratna Suminar, mahasiswa Program Studi Manajemen Informatika di Politeknik Astra