Serangan ini menimbulkan kekacauan dan kekhawatiran besar di kalangan pemerintahan dan masyarakat
DEPOKPOS – Pada bulan Juni 2024, Indonesia dikejutkan oleh serangan ransomware yang bernama Brain Cipher, yang menargetkan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Ransomware adalah jenis perangkat lunak berbahaya (malware) yang dirancang untuk mengunci atau mengenkripsi data pada sistem komputer korban, sehingga data tersebut tidak dapat diakses oleh pemiliknya.
Setelah data terkunci, pelaku serangan akan meminta tebusan (ransom) dari korban untuk mendapatkan kunci dekripsi atau alat yang diperlukan untuk memulihkan akses ke data.
Serangan ini menimbulkan kekacauan dan kekhawatiran besar di kalangan pemerintahan dan masyarakat. Ransomware Brain Cipher diketahui menuntut tebusan sebesar USD 8 juta atau sekitar Rp 131 miliar, untuk memberikan kunci enkripsi yang diperlukan.
Kronologis kejadian menunjukkan bahwa serangan ini adalah salah satu yang paling kompleks dan merugikan yang pernah terjadi di Indonesia dalam bidang keamanan siber. Ransomware ini berhasil menembus pertahanan keamanan PDNS dan mengenkripsi data-data sensitif yang ada di pusat tersebut.
Akibatnya, operasional berbagai lembaga dan instansi pemerintah yang bergantung pada data dari PDNS terganggu dan terhenti.
“Insiden Pusat Data Sementara Nasional (PDNS) ini adalah serangan siber dalam bentuk ransomware dengan nama Brain Cipher. Ransomware ini adalah pengembangan terbaru dari ransomware Lockbit 3.0,” kata Hinsa dalam sebuah konferensi pers di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta, Senin (24/6).
Namun, pada Selasa (2/7/2024) waktu Indonesia, diketahui sindikat ini merilis pernyataan publik yang isinya berjanji akan memberikan kunci pembuka atau decryption key secara gratis pada Rabu (3/7/2024).
Mereka juga meminta maaf karena sudah merepotkan masyarakat Indonesia dan berharap serangannya dianggap sebagai pelajaran bagi pemerintah untuk memperbaiki keamanan siber.
Brain Cipher merupakan ancaman serius bagi keamanan nasional dan informasi sensitif negara. Para pelaku di balik ransomware ini diyakini memiliki tingkat keahlian yang sangat tinggi dalam teknologi informasi dan cybersecurity.
Mereka memanfaatkan celah keamanan yang ada dan secara cermat melancarkan serangan yang efektif.
Hanif Ibadurrahman, Program Studi Mekatronika Politeknik Astra