Oleh: Siti Sri Fitriani, Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Biaya pendidikan tunggal (UKT) kini kian mencekik mahasiswa, secara tidak langsung menyebabkan akses pendidikan tinggi hanya terbuka bagi individu yang berkecukupan secara finansial, sementara bagi mereka yang kurang mampu, hal ini dianggap mustahil.
Ditemukan fakta terbaru di Universitas Riau (Unri), sebagaimana yang diberitakan Tribunnews.com, (24/5/2024), sekitar lima puluh calon mahasiswa baru (Camaba) yang berhasil lolos Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) memutuskan untuk mengundurkan diri karena merasa tidak mampu untuk membayar uang kuliah tunggal (UKT).
Apabila calon mahasiswa yang telah berhasil lolos SNBP tidak mendaftar ulang di perguruan tinggi, akan dikenai sanksi berupa larangan mengikuti UTBK-SNBT, dan seleksi jalur mandiri di perguruan tinggi mana pun di seluruh Indonesia yang berlaku selama dua tahun ke depan (Detik.com, 8/2/2024).
Miris tentunya. Masuk ke Universitas memiliki risiko tinggi terkait pembayaran UKT yang mahal, sementara mundur dari Universitas berisiko terkena sanksi, sehingga seperti buah simalakama, tidak diberikan pilihan.
Itulah gambaran dari sistem kapitalisme yang kini merambah ke berbagai sektor, termasuk pada sektor pendidikan. Pendidikan saat ini memerlukan biaya yang signifikan, mulai dari sekolah PAUD hingga perguruan tinggi, yang semuanya tergantung pada kekayaan materi. Jika tidak mampu, maka seseorang tidak dapat mengakses pendidikan.
Seharusnya setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, dan pemerintah bertanggung jawab untuk membiayainya. Namun, apakah implementasi aturan tersebut akan berjalan dengan baik? Semuanya tampaknya hanya menjadi ilusi, tanpa kejelasan yang nyata.
Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim, akan tetapi hari ini jalannya dipersulit dan dipersempit, pemerintah seharusnya memberikan kemudahan pada rakyat dalam menunaikan kewajibannya sebagai pengatur urusan umat bukan justru berbisnis dengan umat.
Sistem pendidikan dalam Islam memiliki pandangan yang berbeda dengan sistem pendidikan kapitalisme. Dalam Islam, pendidikan dipandang sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap individu dalam masyarakat. Negara juga memiliki tanggung jawab besar dalam menyediakan akses pendidikan yang terbaik bagi seluruh warganya. Islam mendorong agar setiap orang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, sehingga mereka dapat berkembang secara maksimal dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan negara secara keseluruhan.
Konsep pendidikan dalam Islam sangat menekankan pemerataan akses pendidikan untuk semua lapisan masyarakat tanpa memandang status ekonomi. Hal ini bertujuan agar semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi diri dan mencapai pengetahuan yang lebih luas. Dengan demikian, masyarakat tidak lagi terkendala oleh masalah biaya dalam mengakses pendidikan, sehingga dapat lebih fokus dalam mengembangkan diri dan mencapai puncak ilmu pengetahuan.
Untuk mendukung pembiayaan pendidikan, negara menyediakan baitul mal, namun tidak menghalangi warga yang berkelebihan harta untuk turut serta dalam mendukung pendidikan. Namun demikian, dalam Islam, dilarang bagi korporasi untuk terlibat dalam pembiayaan pendidikan. Hanya melalui sistem Islamlah kualitas pendidikan dapat terjamin dengan baik.[]