DEPOKPOS – Dalam kehidupan yang berkembang selama ini, kualitas media yang menyajikan berita dapat dinilai berdasarkan tingkat aktualisnya.
Semakin cepat menampilkan peristiwa keberadaannya semakin dihargai. Contohnya kelebihan televisi dan radio dibandingkan dengan surat kabar dan majalah.
Kecermatan dalam menyajikan detail diperlukan pemahaman yang utuh, surat kabar dan majalah tak tergantikan, meningat sifat televisi dan radio yang selintas lihat dan selintas dengar.
Kelemahan dan kelebihan masing-masing media sosial ini saling melengkapi satu sama lain.
Kehadiran komputer dan internet sebagaimana yang kita lihat sekarang dapat membuat pemahaman media massa konvensional yang terpelihara selama ini perlu dikontruksi ulang.
Televisi dan radio kini menyediakan rekaman yang bisa diakses, bahkan diunduh jika perlu.Surat kabar dan majalah pun sekarang menambah layanan daring yang selalu diperbarui setiap waktu.
Industri pers cetak menghadapi masalah seruis terkait tingkat penjualan yang terus menurun. Dalam mengatasi setiap kerugian, jumlah oplah dikurangi.
Namun, semakin rendah oplah keberlangsungan industri pers cetak semakin terancam karena pemasukan industri.
Ramalan Philip Meyer, penulis Vanishing News paper, mungkin akan benar terjadi, media cetak akan benar-benar mati pada 2040.
Gejala ini sudah terjadi pada industri pers cetak diluar negeri dalam kurun dawarsa terakhir, terutama di Amerika Serikat.
Krisis ekonomi dan internet menjadi hantaman ganda bagi industri koran dan media cetak lainnya. Di Indonesia walau belum tampak nyata benar, permasalahannnya hampir serupa.
Pers cetak Indonesia harus segera beradaptasi dan terus bertahan menghadapi perubahan.
Jika tidak segera menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang telah ditunjang berbagai teknologi
canggih.
Cetak Digital
Upaya digitalisasi media menjadi electronic paper atau e-paper hingga saat ini belum ada satupun penerbit pers yang telah menerbitkan digitalisasi media miliknya secara utuh dan lengkap yang dapat diakses secara terbuka (daring) sejak penerbitan pertama.
Upaya digitalisasi rupanya masih dilihat sebatas tren. Upaya digitalisasi dapat dipandang sebagai peluang bisnis untuk mendulang keuntungan berdarkan upaya yang sudah susah payah dihasilkan dari masa lalu.
Di Asia, sejak 2014 pers cetak yang terbit di Tiongkok sudah pula di digitalisasikan.
Menjadi fakta menarik bahwa upaya digitalisasi surat kabar indonesia yang terbit antara 1931- 1940 dilakukan oleh Belanda.
Perhatian dan kepedulian mengenai digitalisasi pers cetak Indonesia justru dimiliki orang asing.
Pers cetak digital yang dapat diakses secara daring sejak penerbitan pertama merupakan sumber yang luar biasa bernilai bagi ilmuwan.
Namun, banyak orang tertarik jika dapat dengan mudah menemukan informasi tentang orang-orang terkenal atau
bahkan orang-orang tertentu (orangtua, sahabat, bahkan dirinya sendiri) yang pernah dimuat di surat kabar pada masa silam, tetapi urung terarsipkan.
Hiruk pikuk pilpres sejak 2014 dan kini 2019 Indonesia merupakan fenomena unik yang tersangkut dengan kajian komunikasi politik, pertarungan media, konflik ideologi, peran lembaga survei, partisipasi sukarelawan, wacana media sosial, pencitraan publik, dan sebagainya.
Daya tariknya tak boleh dipandang sebagai peristiwa hangat hari ini, tetaoi bisa jadi topik yang punya pesona mengunggah keingintahuan banyak orang 20 bahkan 30 tahun mendatang.
Dengan demikian, pers daring adalah bisnis hari ini, tetapi pers cetak digital sekaligus investasi masa depan.
Jenis media akses, format penyajian image dan tekstual digital, kemudahan penelusuran informasi, kemudahan translasi, dan yang terakhir harus berubah sistem dan materi promosi.
Kurnia Ifolala Halawa
Universitas Pamulang