DEPOK – Sejak ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi pada 7 Desember 2021 sebagai Seni Kriya Logam Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia, Dusun Tumang, Desa Cepogo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah, Universitas Indonesia (UI) terus melakukan pendampingan terhadap para perajin. Lewat festival budaya tahunan Tumang Fair, UI berharap hasil karya perajin tembaga dari Dusun Tumang dapat kian dikenal luas di publik. Saat ini, produk hasil karya mereka sudah diekspor ke mancanegara, antara lain ke Pasar Eropa dan Amerika.
Tumang Fair (19-21 Juli 2024.) diinisiasi oleh Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPM) UI, Pemerintah Desa Cepogo, Sanggar Budi Rahayu, dan mendapat dukungan dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Dana Indonesiana Kategori Dukungan Institusional bagi Organisasi Kebudayaan 2023/2024.
Ketua Panitia Tumang Fair Novian Riki Cahyo menyampaikan bahwa kegiatan festival ini diselenggarakan sebagai upaya mempromosikan hasil seni kriya logam dari Tumang Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia. Upaya penguatan identitas Tumang ini juga sebagai langkah untuk mendukung pelestarian obyek pemajuan kebudayaan, khususnya pengetahuan tradisional dalam mengolah seni kriya logam.
Selain memamerkan produk seni kriya logam ke market, pada festival tersebut ditampilkan juga berbagai produk kesenian tradisional guna mendorong industri kreatif dan kepariwisataan. Di antaranya adalah seni tarian reog campur bawur dan produk batik lokal dari Sanggar Budaya Budi Rahayu di Dusun Sengon, Desa Senden.
Acara Tumang Fair diisi dengan Kirab Budaya, Gala Dinner, Workshop, dan Pentas Budaya yang bekerja sama dengan Makara Art Center (MAC) UI di bawah pimpinan Dr. Ngatawi Al-Zastrouw. Pada pembukaan Tumang Fair tampak hadir Nanny Hadi Tjahjanto, Ketua Yayasan Cahaya Ladara Nusantara. Kemudian, dilakukan Kirab Budaya ke Makam Kyai Rogosasi, tokoh perintis seni kriya logam yang berkembang di Dusun Tumang, Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.
Di Tumang Fair dilakukan pula penyalaan api besalen (tempat untuk menempa logam), yang menjadi ikon festival seni kriya logam ini. Penyalaan api beselen merupakan salah satu atraksi budaya yang menjunjung nilai-nilai spiritual yang diwariskan oleh nenek moyang yang merintis industri seni kriya logam di Dusun Tumang.
Acara Gala Dinner yang dihadiri stakeholders, ditujukan guna membangun dan memelihara hubungan kerja lintas sektoral dalam pengembangan seni kriya logam Tumang Cepogo. Hadir pada Gala Dinner ini di antaranya Direktur Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (DPPM) UI Prof. Agung Waluyo, S.Kp., M.Sc., Ph.D.; Dekan FMIPA Universitas Gajah Mada Prof. Dr.Eng. Kuwat Triyana, M.Si.; Camat Cepogo Dwi Sundarto, S. STP, M. Si.; Kepala Desa Cepogo Mawardi; Tim BRI Cepogo mewakili industri perbankan yang mendukung pengrajin kriya logam Tumang Cepogo, masyarakat atau komunitas yang diwakili oleh Widyanto Andono M.B.A., dan rekan media.
Sesi diskusi di acara makan malam bersama tersebut dipimpin oleh Dr. Lily Tjahjandari dari UI dan menghasilkan rumusan berbagai kesepakatan dan tindak lanjut program, antara lain adalah kerja sama lintas perguruan tinggi, penguatan branding, inovasi maupun pemenuhan bahan baku. Widyanto Andono, salah seorang perwakilan komunitas pengrajin seni kriya logam Tumang Cepogo, menyampaikan bahwa kesuksesan acara Tumang Fair 2024 ini menjadi tonggak kerja sama antar stakeholders dan penguatan sumber daya lokal.
“Hasil rumusan dari Gala Dinner menjadi amanah buat kami panitia untuk menindaklanjutinya menjadi aksi nyata untuk dapat menangkap peluang, dan menjawab tantangan pengembangan seni kriya logam Tumang Cepogo di masa depan,” kata Widyanto.