DEPOKPOS – Ruwaibidhah adalah orang yang bodoh namun berbicara tentang urusan perkara umum.
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidhah turut bicara.” Lalu beliau ditanya, “Apakah al-ruwaibidhah itu?” Beliau menjawab,“Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum.” (HR Ibnu Majah).
Hadis ini menggambarkan keadaan di mana nilai-nilai kebenaran dan kejujuran terbalik, serta orang-orang yang tidak layak malah memegang kendali dan berbicara tentang urusan yang penting.
Kata Ruwaibidhah sendiri berasal dari akar kata rabadha dengan banyak makna dalam bahasa Arab, di antaranya bermakna berlutut dan bersandar. Kata rabadha sebagai kata kerja menjadi rabidha atau rabidha sebagai subyek, lalu menjadi kata ruwaibidhah.
Imam Al-Suyuthi menjelaskan, kata al-ruwaibidhah di dalam hadits tersebut merupakan bentuk tashghir (pengecilan) dari al-rabidh yang berarti berlutut. Lalu kata al-rabidh yang makna aslinya berlutut, dipinjam penggunaannya (isti’arah) menjadi makna yang lain, yaitu posisi rendah (inferior).
Seolah-olah hal itu menggambarkan bahwa orang yang berlutut itu sebagai orang yang rendah kemampuan dan keilmuannya, namun banyak berbicara dan mengeluarkan statement tanpa didasari oleh ilmu yang memadai dan dipandang baik oleh para pengagumnya, sehingga memiliki pengaruh dan dampak yang luas.
Dalam Alquran Allah SWT juga telah menegaskan:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا
“Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak punya ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, itu semua akan dimintai pertanggung-jawabannya.” (QS Al-Isra’ [17]:36)
Allah SWT juga berfirman dalam Alquran, yang artinya: “Hai umat manusia, makanlah sebagian yang ada di bumi ini yang halal dan baik, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagi kalian. Sesungguhnya dia hanya akan menyuuh kalian kepada perbuatan dosa dan kekejian, dan agar kalian berkata-kata atas nama Allah dalam sesuatu yang tidak kalian ketahui ilmunya.” (QS al-Baqarah : 168-169).
Hadits di atas juga menunjukkan tentang pentingnya kejujuran dan mengandung peringatan dari bahaya kedustaan.
Rasulullah SAW bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًاوَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِوَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Wajib atas kalian untuk bersikap jujur, karena kejujuran akan menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan menuntun ke surga. Apabila seseorang terus menerus bersikap jujur dan berjuang keras untuk senantiasa jujur maka di sisi Allah dia akan dicatat sebagai orang yang shiddiq. Dan jauhilah kedustaan, karena kedustaan itu akan menyeret kepada kefajiran, dan kefajiran akan menjerumuskan ke dalam neraka. Apabila seseorang terus menerus berdusta dan mempertahankan kedustaannya maka di sisi Allah dia akan dicatat sebagai seorang pendusta.” (HR Muslim).