Pengertian, Urgensi dan Kedudukan Qawaid Fiqhiyah

Pengertian Qawaid Fiqhiyah

Qawa’id menurut etimologi diartikan sebagai dasar-dasar atau fondasi sesuatu, baik yang bersifat kongkrit, materi atau inderawi (hissi) seperti fondasi rumah, maupun bersifat abstrak, non materi atau non-inderawi (ma’nawi) seperti ushul al-din (dasar-dasar agama). (al-baqarah (2):127)

Menurut istilah syara (agama), al-taftazani (w.791 H) mendefinisikan kaidah sebagai:” hukum yang bersifat universal (kulli) dan dapat ditafsirkan kepada seluruh juz inya (bagiannya); dimana persoalan juz I (bagian) tersebut dapat diidentifikasi daripadanya”

Menurut mushthafa Ahmad al-Zarqa, kaidah fiqhiyyah adalah dasar-dasar fiqh yang bersifat universal, menggunakan redaksi -redaksi singkat yang bersifat undang-undang, serta mencakup hukum-hukum syara umum tentang peristtiwa-peristiwa yang masuk kedalam ruang lingkupnya.

Urgensi Qawaid Fiqhiyah

1. Dengan mendalami qawaid fiqhiyyah, seseorang betul-betul dapat memahami ilmu fiqh dan mampu menganalisis berbagai masalah.

2. Qawaid fiqhiyyah akan membantu menghafal dan menetapkan hukum berbagai masalah yang berdekatan.

3. Qawaid fiqhiyyah berguna untuk menyelesaikan bebagai macam masalah kehidupan yang semakin kompleks, Apalagi pada masa sekarang, menghapal dan memahami qawa id fiqhiyyah bagi para penggali hukum fiqh sangat penting.

Hubungan antara Qawaid Fiqhiyah dengan Fiqh, Ushul Fiqh dan Qawaid Ushuliyyah

Qawaid fiqhiyyah, ushul fiqh dan qawaid ushuliyyah adalah ilmu-ilmu yang berbicara tentang fiqh. Dengan demikian, tujuan utama kajian ketiga ilmu tersebut adalah fiqh, yang dalam perkembangan selanjutnya menjadi sebuah ilmu juga, yaitu ilmu fiqh.

Menurut al-Baidhawi, dari kalangan Syafi iyyah, ushul fiqh adalah:

“Pengetahuan secara global tentang dalil figh dan keadaan (syarat-syarat) orang yang menggunakannya”

Definisi ini menekankan tiga objek kajian ushul fiqh, yaitu (1) dalil atau sumber hukum (2) metode penggunaan dalil atau sumber hukum, atau metode penggalian hukum dari sumbernya, (3) syarat-syarat orang yang berkompeten dalam menggali (menginstinbath) hukum dari sumbernya.

Misalnya hukum wajib shalat dan zakat yang digali dari ayat al-Qur an surat Al- Baqoroh ayat 43 yang artinya “Tegakkanlah shalat dan keluarkan zakat”, bagaimana caranya firman Allah ini dapat menetapkan kewajiban salat dan zakat?

Firman Allah diatas disebut dalil atau sumber hukum, kewajiban salat dan zakat disebut hukum syara’ (fiqh), dan ketentuan atau aturan ushul fiqh disebut qawaid fiqhiyyah. Dengan demikian, yang dimaksud qawaid ushuliyyah adalah sejumlah ketentuan atau peraturan untuk menggali hukum syara’.

Tampak dari skema dibawah bahwa qawa id fiqhiyyah diantaranya berfungsi untuk menetapkan hukum perbuatan seorang mukallaf. Demikian diantara argumentasi ulama yang berpendapat bahwa qawaid fiqhiyyah lebih banyak mengkaji rahasia hukum syara’ dari pada qawaid ushuliyyah.

Kewajiban salat pada waktunya = hukum syara
Ancaman bunuh = kemadaratan
Kemadaratan membolehkan yang dilarang= kaidah figh
Kebolehan salat tidak pada waktunya hukum darurat

Demikian prosedur penetepan hukum syara melalui pendekataan ushul figh dan qawaid fiqhiyyah. Jadi secara praktis, seharusnya keberadaan keempat ilmu tersebut secara bersamaan, tidak berurutan, tetapi secara praktis keempatnya dituntut ada secara bersamaan seperti tampak pada skema dibawah ini:

Nash Al-Quran dan Sunnah
Ushul Fiqh (qawa id ushuliyyah)
Hukum syara (fiqh/ syariat)
Perbuatan mukallaf
Qawa id fiqhiyyah

Alsyifa Arditria Putri, Mahasiswa STEI SEBI

Pos terkait