DEPOKPOS – Tasawuf telah berkembang sebagai tradisi spiritual yang kaya dalam Islam selama berabad-abad. Tasawuf, yang berasal dari kata Arab “sufi”, menekankan pentingnya penyucian diri dan hati untuk mencapai kedekatan dengan Allah SWT. Para Sufi percaya bahwa orang dapat mencapai tingkat kesadaran yang lebih tinggi dan mengalami cinta ilahi yang mendalam melalui praktik spiritual dan kontemplasi yang mendalam. Tasawuf adalah ilmu mencari hikmah melalui hati yang suci dan ikhlas. Tasawuf harus ditempatkan pada tataran etis, dengan stereotip yang telah lama dianut oleh pengikutnya.
Dalam pengertian ini tasawuf merupakan perwujudan kesadaran spiritual manusia yang menganggap dirinya sebagai makhluk Tuhan. Kesadaran ini mendorong orang untuk memusatkan perhatiannya pada ibadah kepada Sang Pencipta , yang melibatkan kehidupan zuhud, dan tujuannya adalah pengembangan karakter.
Pengaruh tasawuf terhadap kehidupan spiritual tidak hanya terbatas pada kalangan elite agama saja, namun meluas ke seluruh lapisan masyarakat, mulai dari lapisan atas hingga lapisan masyarakat terbawah.
Memang benar, alternatif terhadap tasawuf menjadi perhatian para pencari identitas di masyarakat Barat di tengah krisis yang menggerogoti setiap aspek kehidupan manusia modern. Seperti yang diprediksi oleh fisikawan Fridtjof Capra dalam bukunya The Turning Point, meramalkan bahwa pada awal dekade kedua abad ke-20, umat manusia akan menghadapi krisis global, serta krisis yang kompleks dan multidimensi.
Manusia lahir dengan kemampuan untuk mengenal tuhan, kemampuan ini ada dalam seluruh manusia karena adanya “ruh”, potensi inilah yang disebut fitrah dalam agama islam, Ketuhanan ini tidak dapat dielakkan karena merupakan pembawaan secara intrinsik. Pengajaran tasawuf bertujuan untuk membangun hubungan langsung dan sedekat mungkin dengan Allah sehingga orang dapat merasa berada di dekat-Nya. Salah satu cara untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menggunakan metode kontemplasi yaitu melepasakan diri dari jeratan kehidupan duniawi yang bersifat sementara dan selalu berubah.
Dalam hal ini Tasawuf, juga disebut sufisme, memiliki beberapa aspek psikologis yang terkait dengan spiritualitas dan kesehatan mental manusia. Kajian Psikologi memiliki kesamaan dengan tasawuf yaitu pensucian diri dengan cara menjaga perilaku, dan juga adanya persamaan tentang perkembangan jiwa dan potensi dasar. Manusia yang sehat secara psikologis memiliki potensi ruhaniah, yang berarti mereka memiliki perilaku yang baik. Potensi ini, dalam istilah nafs atau psikologi, dianggap memiliki hubungan dengan tingkah laku psikologis, yang tercermin dalam keseimbangan perilaku yang ditampilkan.
Mahabbah dalam tasawuf merupakan istilah cinta yang menjadi pilar utama bagi kehidupan seorang sufi, cinta Allah kepada hamba ditunjukkan dengan kedekatan, sedangkan cinta hamba kepada Allah ditunjukkan dengan taat melakukan perintah-Nya, menjauhi larangan dan mempersembahkan kepasrahan total di hadapannya.
Mahabbah adalah konsep tertinggi dalam dunia tasawuf, yang mana “cinta” yang bersifat mutlak dan sebagai anugrah dari seorang hamba terhadap Tuhannya, orang dapat mengenal sesuatu hanya sesuai dengan cintanya kepadanya sedangkan menurut para ulama sufi cinta (mahabbah) adalah kehendak, yaitu kehendak-Nya untuk melimpahkan rahmat secara khusus kepada hamba sebagaimana kasih sayang Allah bagi hamba yang dia kehendaki (Mudaimin, 2020)
Metode pengumpulan data dalam penelitian menggunakan gaya penelitian kepustakaan. Sumber data utama penelitian ini adalah literatur berupa buku dan karya ilmiah dengan topik “Eksplorasi Aspek Psikologi dalam Konsep Hubungan dengan Tuhan”. orangorang tasawuf. Metode Analisis Data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode yang menggambarkan atau menggambarkan data yang dikumpulkan. Alat yang digunakan berupa dokumen-dokumen yang mendukung objek penelitian.
HASIL dan PEMBAHASAN Hubungan Allah dengan Manusia dalam konsep Tasawuf
Menurut aliran tasawuf, hubungan antara Tuhan dan manusia lebih dari sekedar hubungan hamba Tuhan. Tasawuf atau tasawuf adalah salah satu cabang ilmu mistik Islam yang menekankan interaksi langsung dan langsung dengan Tuhan. Hubungan antara Tuhan dan manusia sangat kompleks, dan terdapat beberapa konsep penting. Isa, Marifa, Fana dan Baqa, Tariqa, Cinta Tuhan, Wahdat al-Wujud, dll. Konsep ini dapat menciptakan hubungan yang penuh cinta, pengabdian, dan pemahaman mendalam akan kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari
Salah satu konsep terpenting dalam tasawuf adalah Ehsan, yang berarti “perbuatan baik” atau “perbuatan baik”. Ehsan dalam konteks hubungan kita dengan Allah berarti beribadah kepada Allah seolah-olah Dia terlihat dan beriman bahwa Dia melihat kita meskipun kita tidak dapat melihat-Nya. Hal ini menunjukkan betapa dekatnya Allah dan betapa hadirnya Dia dalam kehidupan sehari-hari umat Islam. Marifa adalah pengetahuan spiritual tertinggi tentang Allah yang diperoleh melalui pengalaman langsung dan meditasi. Dalam tasawuf, para sufi berupaya mencapai marifah dengan mendekatkan diri kepada Allah dan mengenal-Nya lebih dalam.Dua konsep utama tasawuf adalah fana (pemusnahan diri) dan baqa (keabadian di dalam Allah). Setelah menjadi manusia fana, para sufi mencapai Baka, di mana mereka hidup dalam kesadaran terus-menerus akan kehadiran Allah dan mencapai keselarasan dan keselarasan abadi dengan-Nya.
Tarekat adalah jalan atau perintah spiritual yang diikuti para sufi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Setiap pesanan memiliki praktik dan metode tertentu, termasuk: B. Dzikir (mengingat Tuhan), Muhasabah (introspeksi), Murakabah (pengendalian diri). Tujuannya adalah untuk membantu siswa mendekatkan diri kepada Tuhan. Tasawuf mengutamakan cinta ilahi. Para sufi benar-benar mencintai Allah dan berusaha untuk memiliki hubungan yang penuh kasih dan intim dengan-Nya.Cinta ini dianggap sebagai motif utama dalam segala perbuatan dan ibadah, karena mendekatkan manusia kepada Tuhan dan membuat mereka merasakan kehadiran-Nya dalam setiap aspek kehidupan.
Tasawuf Sebagai Cinta Ilahi (Mahabbah)
Menurut ulama sufi, cinta (mahabba) lebih konkrit dibandingkan kasih sayang. Sebab cintanya adalah melimpahkan nikmat kepada hamba-hambanya, dan cintanya kepada mereka adalah keinginannya untuk melimpahkan nikmat kepada mereka, ketika Allah SWT ingin melimpahkan rahmat dan nikmat kepada hamba-Nya, maka hal itu disebut rahmat, ketika Tuhan ingin memberikan perhatian khusus kepada hamba-Nya, itulah yang disebut Mahaba. Al-Mahaba adalah kecenderungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara terus-menerus dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan material dan spiritual, seperti cinta seseorang terhadap kekasihnya, orang tua terhadap anaknya, bangsa terhadap tanah airnya, atau pekerjaan seorang pekerja juga berarti Pada tingkat yang lebih tinggi, Mahava juga dapat berarti usaha tulus seseorang untuk mencapai tingkat spiritual tertinggi dengan mencapai gambaran Yang Mutlak, yaitu cinta kepada Tuhan.
Menurut terminologi Ibnu Hajim yang dikutip Khalid Jamal, adalah ungkapan emosi jiwa, ungkapan hati, dan gejolak naluri yang merenggut hati seseorang terhadap kekasihnya ia dilahirkan dengan gairah, cinta dan kegembiraan meskipun segala sesuatunya sederhana pada awalnya, cinta tumbuh semakin kuat di hatinya cinta itu sangat lembut cinta sejati hanya bisa dipahami melalui pengorbanan. Karena banyaknya sufi yang membahas tentang cinta, maka penulis hanya memperkenalkan beberapa sufi yang pandangannya tentang cinta dinilai cukup luar biasa diantaranya adalah Umm al-Khair Rabia binti Ismail al-Adawiya al-Kisiyah yang memperkenalkan ajaran Mahaba. Rabia al-Adawiya menganut ajaran Zuhud dengan menekankan falsafah habu (cinta) dan shauk (kerinduan) kepada Allah SWT cintanya tulus tanpa mengharapkan apapun dari Allah SWT. (9) Zunun al-Misri adalah seorang sufi yang hidup pada pertengahan Hijriah pada abad ke-3 nama lengkapnya adalah Abu al-Faydol bin Ibrahim Zun Anun al-Mishri ia dianggap sebagai salah satu pendiri tasawuf, sebagaimana ia hidup pada awal perkembangannya.
Menurut al-Ghazali, Mahabba adalah cinta kepada Allah, keadaan akhir dan tahapan tertinggi dari semua keadaan berikutnya, dan hasil dari semua keadaan sebelumnya ini adalah langkah pertama untuk mencintai Allah Al-Ghazali membahas tentang pengertian cinta secara umum oleh karena itu, cinta yang sempurna diartikan sebagai apa yang membuat Anda bahagia, yaitu kecenderungan yang kuat terhadap agresi perasaan enggan untuk melakukan sesuatu yang menyakitkan secara terus-menerus disebut kebencian perasaan terikat yang kuat dan bertahan lama ini disebut balas dendam, begitu kita mengetahui sesuatu, kita mengembangkan kecenderungan atau perasaan penolakan terhadapnya panca indera melihat objek nyata, namun indra keenam, akal, cahaya, dan jiwa, membantu kita memahami hal-hal abstrak indra keenam sangat baik dalam mengenali keindahan fisik.
Kecintaan manusia kepada Tuhan yang timbul dari kodratnya menjadi sangat kuat oleh karena itu, cinta kepada Allah SWT dapat diartikan sebagai kecenderungan sifat manusia yang terjadi ketika jiwa merasa bahagia karena mengetahui indahnya sifat Tuhan inilah kecenderungan yang mendatangkan cinta. Menurut pandangan sufi, al-Mahabba adalah kecintaan Salih kepada Dzat Yang Maha Benar (al-Haqq) dalam segala macam ibadah kepada Tuhan dan hubungan antar manusia hal ini dianggap sebagai salah satu maqam tasawuf para sufi percaya bahwa setiap mukmin mempunyai latar belakang dan motivasi yang unik mereka beribadah untuk masuk surga dan selamat dari neraka.
Dengan penjelasan tersebut kita dapat memahami bahwa Mahava adalah keadaan jiwa yang benar-benar mencintai Tuhan, dan sifat-sifat Sang Kekasih (Tuhan) masuk ke dalam Sang Kekasih tujuannya adalah untuk mencapai kegembiraan batin, yang sulit dijelaskan dengan kata-kata, tetapi hanya bisa dirasakan oleh jiwa selain itu, mahabba, sebagaimana disebutkan sebelumnya, mengacu pada keadaan pikiran seperti kebahagiaan, kesedihan, dan ketakutan. Hal ini terkait dengan makam yang diterima sebagai anugerah dan anugerah dari Tuhan, bukan hasil usaha manusia. Hal ini berbeda dengan maqam yang bersifat sementara dan terus menerus yang dialami oleh para sufi ketika mendekatkan diri kepada Tuhan. Mencintai Allah tanpa pamrih karena Dialah Allah dan berhak disembah, atau mencintai-Nya karena berharap Surga atau takut menderita Neraka, bukanlah cara mencintai Allah yang benar.
Cinta sebenarnya adalah perasaan yang sangat menyenangkan dan tidak ada yang lebih baik dari itu Rabia mengatakan bahwa Mahabba (cinta Tuhan) merupakan tujuan akhir hidup dan tahapan tertinggi tasawuf namun, dia tidak langsung mencapai tahap ini namun ada jalan (tarikat) dan maqamat (tahapan) yang harus dilalui seseorang untuk mencapai maqam. Taubat, wala, taubat, fakr, sabar, tawakkal dan ikhlas adalah langkah-langkahnya (Cinta Tuhan).
Kajian ini menjelaskan tentang konsep cinta dan keterhubungan dalam tasawuf, salah satu aliran tasawuf Islam, dengan penekanan pada aspek psikologis hubungan manusia dengan Tuhan dan sesama manusia. Sufisme percaya bahwa melalui praktik seperti zikir, meditasi, dan kontemplasi, seseorang dapat mengembangkan hubungan spiritual yang mendalam dengan cinta ilahi (mahabba) dan Allah, yang dapat mengarah pada kedamaian batin, kebahagiaan, dan pencerahan.
Artikel ini menjelaskan beberapa konsep penting tasawuf, seperti Ehsan (perbuatan baik), Marifa (ilmu spiritual), Fana dan Baqa (pelenyapan diri dan keabadian di dalam Allah), dan Tariqa (jalan spiritual). Selain itu, penelitian ini menghubungkan konsep-konsep ini dengan pengembangan kepribadian dan kesehatan mental.
Secara khusus mahabba dalam tasawuf dipahami sebagai cinta yang murni dan utuh kepada Allah, yang menjadikan seorang sufi tunduk dan membuatnya merasakan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupannya. Mahabba dianggap sebagai tujuan akhir kehidupan seorang sufi dan merupakan tahap tertinggi dalam pencarian spiritual mereka. Sebagai bagian dari tinjauan metodologis, penelitian ini menggunakan penelitian literatur untuk mengeksplorasi dan menganalisis literatur terkait konsep tasawuf yang disajikan.
Secara keseluruhan, artikel ini membahas tentang fakta bahwa tasawuf tidak hanya merupakan bagian integral dari tradisi spiritual Islam, tetapi juga memiliki pengaruh penting terhadap pemahaman dan praktik spiritualitas, serta kesehatan mental individu.
Tazkya Aulia Badjeher , Deva Putri Puspitasari
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta